“..ribuan kilo jalan yang kau tempuh, lewati rintang, untuk aku anakmu........ingin kudekap, dan menangis di pangkuanmu, sampai aku tertidur, bagai masa kecilku.....” ( IBU – Iwan Fals )
Kesekian kalinya tembang IBU didendangkan, oleh pemusik jalanan, mahasiswa, anak-anak, artis kawakan dan presiden impian.
Dan kesekian kalinya pula tetesan air mata tiba-tiba menggenangi perasaan hati yang terlalu sempit untuk berpikir betapa indahnya seorang ibu bagi anaknya.
Kalau ingat, betapa sudah tua ibu, kepala 4, kepala 5, atau kepala 6. Ingat pula rambutnya yang sedikit-sedikit mulai memudar kepekatannya. Lalu, ingat senyum terakhir sebelum pergi meninggalkannya.
Saya tahu ibu berdoa sejenak di akhir sujudnya untuk mendoakan saya, menyempatkan menata hati untuk ikhlas ditinggal anaknya ini. Saya tahu ibu menangis saat saya pergi, pergi puluhan kilometer dari rumah. Saya tahu pula ibu mengusap kesedihannya agar tak larut dalam tangis yang sangat dibencinya.
Terkadang, aroma masakan yang tercium dari dapur masih saya rasakan, meskipun itu jauh dan jauh dari hidung saya. Terkadang sejenak saya melihat bayangan ibu yang berjalan di samping rumah. Saya ingat pula bungkusan kecil nasi dan lauk untuk sarapan pagi saya. Sungguh sulit dibayangkan jika itu tidak ada.
Saat pulang, saya tak mau menangis. Saya ini laki-laki yang pantang berurai air mata, tapi akhirnya jatuh juga. Ibu membuat saya menangis, menangis karena saya merindukannya jauh lebih berat ketimbang uang jutaan yang saya lepas kemana-mana.
Saya tidak mau dengan terus terang bilang cinta pada ibu. Saya gengsi, saya tidak mau, tapi itu kalah hanya dengan pelukan kecil dari ibu, pelukan yang begitu hangat ketika menyambut saya.
Saya tidak mau pulang, saya benci jika pulang. Saya disuruh membantu, cuci piring, menyapu dan mengepel lantai, tapi kedongkolan itu musnah hanya dengan senyuman kecil yang membentuk sudut bahagia.
Saya bingung harus pulang bawa apa, bingung pulang mau bilang apa. Tapi dengan mudahnya ibu berkata jika saya baik-baik saja itu adalah hadiah paling indah yang beliau terima dari Sang Pencipta.
Ibu, ibu, ibu. Sekian kali saya sebut, dan DNA dalam tubuh ini ingin mencium pipimu, biar ibu sudah tua tapi saya menyayanginya.
Pasti saya pulang Bu, saya juga rindu Ibu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar