Photobucket
Boleh dengan sangat jikalau segan copy-paste segala apa yang ada di dalam blog ini, tapi setidaknya tinggalkan komentar dan cantumkan http://noeswantoro.blogspot.com/ ya... ^^
terima kasih... :)

Sabtu, 07 Januari 2012

Jangan Salah Sangka, “Dia” Pun Bisa Menikam Anda

Siapa sangka, teman baik andalah yang ternyata menjadi penjegal langkah anda, jangan dikira apa yang terjadi selama ini telah menggambarkan kehidupan mereka, mereka hanya pengetahuan yang sedikit dari apa yang kalian tahu.

Mereka terkadang terlihat biasa saja, namun, jika waktunya jahat, ya jahat. Bolehlah berkoar-koar tentang persahabatan, persaudaraan, yang kental akan rasa saling menyayangi dan menghormati, toh mereka TERKADANG hanya memasang topeng bualan mereka belaka.

Manusia yang baik adalah manusia yang mengerti dan memahami keadaan sekitarnya, tapi sayangnya, manusia-manusia ini terkadang telah menjadikan PERASAAN sebagai penilai utama, bukan LOGIKA. Sehingga, apa yang buruk tak tampak buruk, yang baik akan terlihat semakin baik, namun benar-benar busuk di kenyataan sebenarnya.

Kalau lapar, buaya saja bisa memakan anak-anaknya, kalau lapar, monyet saja bisa memakan keturunannya, toh apalagi manusia, tapi tidak memakan, hanya memanfaatkan.

Saran saya ya, jangan cepat-cepat menilai bagaimana sahabat anda, meskipun 2-3 tahun sudah setiap hari bersama dia, silakan bilang baik atau apalah, tapi yang namanya manusia, ada kok salah itu, ada kok dosa itu, yang otomatis akan menjadi bumerang besar bagi kepercayaan anda.

Cukup percaya sewajarnya, cukup sahabat sekedarnya, jangan jadikan mereka tameng ataupun tiang-tiang kepercayaan anda, jika runtuh, anda yang akan patah, anda yang akan tenggelam, anda yang akan kesakitan tak berdaya karena mereka.

Bukannya menghakimi apa yang ada menurut pemikiran pendek saya, ini hanyalah pendapat belaka, tentang benar salahnya, dinilai saja sendiri. Awas, tikaman itu berbahaya bagi anda.

Selasa, 06 Desember 2011

5 Jengkal Takdir Tuhan

            Hari yang indah sebenarnya, ketika matahari tak lagi merasa enggan menunjukkan kuasa di pagi hari, angin yang sejuk, dan tetesan hujan semalam menetes lembut di genangan air. Ketika cakrawala berbenah, kami bangun dengan tergesa-gesa, berburu waktu ibadah yang sebentar lagi tiada.

            Kami berencana untuk “terapi ulang” di “rumah sakit” untuk motor kami, biasa lah, pekerjaan bulanan yang dilarang untuk dilupakan, meskipun status anak kost mengharuskan kami untuk setia mengikrarkan janji untuk selalu hemat, namun sesekali inilah yang harus dilakukan.

            Celingukan mencari di mana bengkel yang cocok, secara tidak langsung kami berjudi siang ini, mencari sesuatu yang tidak pasti, mencari alasan kenapa kami tak segera berhenti saat ini.

Dan takdir menghentikan laju tunggangan di bengkel di pojokan jalan, ternaungi oleh daun yang lebat di atasnya, saya rasa kesejukannya menjadi salah satu alasan kenapa takdir memilih tempat ini untuk kami.

Ah, sekedar memperbaiki beberapa bagian yang sudah mulai rusak, mengganti pelumas agar mulus jalannya, cukuplah sekian yang dinikmati motor jagoan ini. Tak perlu lama di bengkel ini, segera bergegas jiwa dan raga kami menuju panasnya jalanan kota.

Tak perlu tarik gas tinggi, pelan saja jalannya, sesekali menikmati keramaian menjadi alasan terbaik kami.

100 meter melaju, mobil mendahului kami dari sebelah kanan, hal yang biasa, namun seketika berubah “ceritanya” ketika sebuah motor bebek berusaha menyalipnya, sekitar 3 meter di depan mata, dari kanan ke kiri, stang motornya menyentuh buritan mobil, pelan namun pasti, BRAKK!!

Bukan suatu hal yang mudah, yang bisa dipikirkan saat ini adalah soal nyawa, dimana kami hanya bisa berlarian mendekati wanita itu, wanita yang jatuh dengan kerasnya, dan beberapa saat kemudian kami sadar, ia masih bernafas meskipun terlihat sangat payah. Teriakan dari orang-orang disekitar semakin menyadarkan kami, ia masih hidup, ia masih diberi kesempatan untuk bertarung lagi di dunia ini.

            Buku takdir dibentangkan, sejenak dentuman waktu berjalan sangat lambat, nyaris tiada untuk wanita ini. Mama! Mama! Mama, bangun Ma!! Tangisan 2 putrinya semakin mempertegas keadaan yang suram, begitu mencekam di keramaian siang hari itu.

            Sesuatu mengalir dengan bebasnya, mengalir pelan, terlihat pekat, pekat dan merah, terlintas di pikiran ini adalah darah, itu darah! Mengalir, 5 jengkal jaraknya, wanita itu tak bergerak lagi, ia pingsan! Ya Tuhan, jangan pisahkan dulu putri ini dengan ibundanya, doa kami ucapkan selama mungkin, meski dengan hati yang semburat.

            Saya tepikan kendaraannya, lantas berlari lagi menghampiri wanita itu, ya Tuhan, antara hidup dan mati, tak ada kekuatan untuk mengangkat tubuh itu. Mobil berhenti, pintunya dibuka, orang-orang lantas mengangkat tubuh tak berdaya itu kedalam, sang sopir kebingungan, kami teriak minta tolong untuk segera berangkat, kami bertaruh nyawa siang ini.

            Dan sampai kini, tak pernah kami ketahui kabarnya, siapa dia, tinggal dimana, serta rumah sakit mana yang merawatnya masih menjadi rahasia untuk kami. Di garis hidup dan mati, kami merasa sadar tak akan pernah ada daya untuk membaca apa yang telah dituliskanNya. Entahlah, kami cuma bisa mendoakan keselamatannya, dan berharap semua akan membaik seperti awal mula, semoga.

*ditulis berdasarkan kisah nyata, dimana manusia akan berpikir kembali bahwa betapa berharganya kehidupan yang ia miliki.

Arjanggi Nuswantoro

( final editing = 06 Desember 2011 )

Senin, 05 Desember 2011

Saya harap saya bisa tidur lebih cepat malam ini

Saya harap saya bisa tidur lebih cepat malam ini. Saya ingin segera terlelap dan menjemput mimpi. Mimpi yang kuakui sangat indah di waktu yang terus dan terus kunanti.

Ingin segera saya memejamkan mata, disaat gelap malam bersedia menyertai kesepian saya, disaat nyanyian burung malam jadi selimut kesedihan saya.

Kenyataannya, saya hanya bisa menatapmu dari kejauhan, dan mengembangkan senyum sembari tetap mendoakan keadaanmu saat itu, saat engkau baik-baik saja menurutku.

Kebenarannya, hanya kata-kata yang terangkai dalam kalimat pendek yang kupercaya sebagai penghubungku terhadapmu, meski efektif adalah kata yang jauh dari arti sebenarnya itu.

Masih kupercaya sifat keberuntunganku, yang kuyakini dapat mempengaruhi batiniahmu terhadap pandanganmu kala itu, disaat duduk bersamaku.

Dan yakinilah keadaanku saat ini adalah menyayangimu, karena keraguanku adalah titik kecil yang terhapus oleh percayamu kepadaku.

Meski saat diam ini adalah membosankanmu, aku tak akan diam saat air mata berlinang membasahi pipi lugu milikmu.

Meski tawaku tak terpancar karenamu, namun saat itu adalah saat dimana aku ingin tertawa bersamamu melewati hari-hariku.

Tetes demi tetes keringatku membasahi lantai perjuanganku, dan sesekali perhatikanlah lirikan mataku terhadapmu.

Dan tersenyumlah, sesekali berikan jempol tanganmu untukku, agar semakin terbakar relung niatanku.

Percayalah meski aku gugup didepanmu, meski aku tak menyapamu, meski aku terlihat sangat dan sangat mengacuhkan dirimu saat itu.

Karena itu adalah caraku untuk menunggu saat yang tepat untuk mengutarakan sebab-sebab tingkah polahku.

Karena aku akan bicara tak tentu saat berada di depanmu, saat aku belum memiliki separuh hati kosongmu itu.

Bukan kupuja, namun engkaulah angin sejuk yang menerbangkan layangan kesombonganku, setinggi mata rabunku yang tak mampu membedakan bedamu dengan wanita lainku.

Tapi engkau berbeda, dan sangat berbeda setelah kupikir selama berpuluh-puluh jam batinku. Karena engkau dewasa yang kupilih saat ditanya oleh tangan kananku.

Semakin lama aku, semakin pergi usiaku, yang tak akan terhitung dalam kalkulator merek apapun.

Botol-botol nafasku kian terpecah, sembari menangis dengan perginya kepercayaanku terhadap 
kesehatanku.

Aku tak akan tahu kapan matiku, kapan dewasaku, dan kapan hentakan kakiku berhenti di dunia baru.

Namun yang selama ini kutahu, hati ini telah memilihmu, dan berusaha bersinkronisasi dengan lagu kehidupanmu.

Perbedaan sifatku dan sifatmu, merupakan kekayaan yang melebihi konglomerat, yang tertanam jauh sebelum kita hirup udara Tuhan.

Sudahilah sikap diammu yang menyamaiku, karena tak layak diam menjadi aksesori milik kita. Diam yang tak berikan jawaban, sehuruf pun itu.

Dan sentuhlah ujung dari pundakku, atau genggam, atau hentikan jemarimu di genggamanku. Berikan senyuman pasti yang menjadi jawaban, bukan menjadi pertanyaan yang terus terbayang.

Dan jangan pernah lihat secara total perlakuanku kepadamu, karena itu hanyalah kulit tepi dari sifat yang sebenarnya milikku.

Dan saya menyayangimu, jauh sebelum aku mengetahui siapa namamu. Dan aku menyayangimu, hingga tak akan terucap dari mulutku bahwa saya benar-benar menyayangimu.

(18 Mei 2010)

Tak Harus Berpuisi, Spanyol dan Swiss, serta Panglima Perang

23.59, saya mulai "menulis" note ini
Layaknya sahabat saya si Handito, menjelang tidur adalah satu waktu yang mengesalkan
Saat tidak segera terlelap, saat pikiran menjelajah dunia maya

Saya teringat, kekalahan Spanyol atas Swiss
Kekalahan itu, seperti kekalahan saya
Dalam urusan wanita yang kupuja

Saya berjuang, layaknya panglima perang
Taktik saya susun, sepi kata, hanya gerilya
Seperti senjata laras panjang, berperedam pisau tajam

Tapi, itu tak membantu
Saya terbunuh, lumpuh dengan tumpulnya hati saya
Yang tidak mampu membaca strategi perangku, yang kurancang sedemikian rupa adanya

Ya perangku itu mendapatkan separuh hatimu
Yang kulihat masih kosong
Petaknya tak tertanam panglima perang yang lain

Negosiasi bukan jalan pikiran saya
Karena kata itu bak pisau, 2 sisi yang berbeda statusnya

Gocekan prajurit Spanyol, pantas diacungi jempol
Yang diatas, jauh diatas gocekan otak saya terhadap perasaan saya
Mondar mandir, ibarat layang-layang milik si Unyil

Tak apalah, tidur saja malam ini, lebih cepat, lebih baik
Daripada meneruskan lamunan yang tiada puas ini

Salam untuk "Sephia" saya..