Photobucket
Boleh dengan sangat jikalau segan copy-paste segala apa yang ada di dalam blog ini, tapi setidaknya tinggalkan komentar dan cantumkan http://noeswantoro.blogspot.com/ ya... ^^
terima kasih... :)

Selasa, 06 Desember 2011

5 Jengkal Takdir Tuhan

            Hari yang indah sebenarnya, ketika matahari tak lagi merasa enggan menunjukkan kuasa di pagi hari, angin yang sejuk, dan tetesan hujan semalam menetes lembut di genangan air. Ketika cakrawala berbenah, kami bangun dengan tergesa-gesa, berburu waktu ibadah yang sebentar lagi tiada.

            Kami berencana untuk “terapi ulang” di “rumah sakit” untuk motor kami, biasa lah, pekerjaan bulanan yang dilarang untuk dilupakan, meskipun status anak kost mengharuskan kami untuk setia mengikrarkan janji untuk selalu hemat, namun sesekali inilah yang harus dilakukan.

            Celingukan mencari di mana bengkel yang cocok, secara tidak langsung kami berjudi siang ini, mencari sesuatu yang tidak pasti, mencari alasan kenapa kami tak segera berhenti saat ini.

Dan takdir menghentikan laju tunggangan di bengkel di pojokan jalan, ternaungi oleh daun yang lebat di atasnya, saya rasa kesejukannya menjadi salah satu alasan kenapa takdir memilih tempat ini untuk kami.

Ah, sekedar memperbaiki beberapa bagian yang sudah mulai rusak, mengganti pelumas agar mulus jalannya, cukuplah sekian yang dinikmati motor jagoan ini. Tak perlu lama di bengkel ini, segera bergegas jiwa dan raga kami menuju panasnya jalanan kota.

Tak perlu tarik gas tinggi, pelan saja jalannya, sesekali menikmati keramaian menjadi alasan terbaik kami.

100 meter melaju, mobil mendahului kami dari sebelah kanan, hal yang biasa, namun seketika berubah “ceritanya” ketika sebuah motor bebek berusaha menyalipnya, sekitar 3 meter di depan mata, dari kanan ke kiri, stang motornya menyentuh buritan mobil, pelan namun pasti, BRAKK!!

Bukan suatu hal yang mudah, yang bisa dipikirkan saat ini adalah soal nyawa, dimana kami hanya bisa berlarian mendekati wanita itu, wanita yang jatuh dengan kerasnya, dan beberapa saat kemudian kami sadar, ia masih bernafas meskipun terlihat sangat payah. Teriakan dari orang-orang disekitar semakin menyadarkan kami, ia masih hidup, ia masih diberi kesempatan untuk bertarung lagi di dunia ini.

            Buku takdir dibentangkan, sejenak dentuman waktu berjalan sangat lambat, nyaris tiada untuk wanita ini. Mama! Mama! Mama, bangun Ma!! Tangisan 2 putrinya semakin mempertegas keadaan yang suram, begitu mencekam di keramaian siang hari itu.

            Sesuatu mengalir dengan bebasnya, mengalir pelan, terlihat pekat, pekat dan merah, terlintas di pikiran ini adalah darah, itu darah! Mengalir, 5 jengkal jaraknya, wanita itu tak bergerak lagi, ia pingsan! Ya Tuhan, jangan pisahkan dulu putri ini dengan ibundanya, doa kami ucapkan selama mungkin, meski dengan hati yang semburat.

            Saya tepikan kendaraannya, lantas berlari lagi menghampiri wanita itu, ya Tuhan, antara hidup dan mati, tak ada kekuatan untuk mengangkat tubuh itu. Mobil berhenti, pintunya dibuka, orang-orang lantas mengangkat tubuh tak berdaya itu kedalam, sang sopir kebingungan, kami teriak minta tolong untuk segera berangkat, kami bertaruh nyawa siang ini.

            Dan sampai kini, tak pernah kami ketahui kabarnya, siapa dia, tinggal dimana, serta rumah sakit mana yang merawatnya masih menjadi rahasia untuk kami. Di garis hidup dan mati, kami merasa sadar tak akan pernah ada daya untuk membaca apa yang telah dituliskanNya. Entahlah, kami cuma bisa mendoakan keselamatannya, dan berharap semua akan membaik seperti awal mula, semoga.

*ditulis berdasarkan kisah nyata, dimana manusia akan berpikir kembali bahwa betapa berharganya kehidupan yang ia miliki.

Arjanggi Nuswantoro

( final editing = 06 Desember 2011 )

Senin, 05 Desember 2011

Saya harap saya bisa tidur lebih cepat malam ini

Saya harap saya bisa tidur lebih cepat malam ini. Saya ingin segera terlelap dan menjemput mimpi. Mimpi yang kuakui sangat indah di waktu yang terus dan terus kunanti.

Ingin segera saya memejamkan mata, disaat gelap malam bersedia menyertai kesepian saya, disaat nyanyian burung malam jadi selimut kesedihan saya.

Kenyataannya, saya hanya bisa menatapmu dari kejauhan, dan mengembangkan senyum sembari tetap mendoakan keadaanmu saat itu, saat engkau baik-baik saja menurutku.

Kebenarannya, hanya kata-kata yang terangkai dalam kalimat pendek yang kupercaya sebagai penghubungku terhadapmu, meski efektif adalah kata yang jauh dari arti sebenarnya itu.

Masih kupercaya sifat keberuntunganku, yang kuyakini dapat mempengaruhi batiniahmu terhadap pandanganmu kala itu, disaat duduk bersamaku.

Dan yakinilah keadaanku saat ini adalah menyayangimu, karena keraguanku adalah titik kecil yang terhapus oleh percayamu kepadaku.

Meski saat diam ini adalah membosankanmu, aku tak akan diam saat air mata berlinang membasahi pipi lugu milikmu.

Meski tawaku tak terpancar karenamu, namun saat itu adalah saat dimana aku ingin tertawa bersamamu melewati hari-hariku.

Tetes demi tetes keringatku membasahi lantai perjuanganku, dan sesekali perhatikanlah lirikan mataku terhadapmu.

Dan tersenyumlah, sesekali berikan jempol tanganmu untukku, agar semakin terbakar relung niatanku.

Percayalah meski aku gugup didepanmu, meski aku tak menyapamu, meski aku terlihat sangat dan sangat mengacuhkan dirimu saat itu.

Karena itu adalah caraku untuk menunggu saat yang tepat untuk mengutarakan sebab-sebab tingkah polahku.

Karena aku akan bicara tak tentu saat berada di depanmu, saat aku belum memiliki separuh hati kosongmu itu.

Bukan kupuja, namun engkaulah angin sejuk yang menerbangkan layangan kesombonganku, setinggi mata rabunku yang tak mampu membedakan bedamu dengan wanita lainku.

Tapi engkau berbeda, dan sangat berbeda setelah kupikir selama berpuluh-puluh jam batinku. Karena engkau dewasa yang kupilih saat ditanya oleh tangan kananku.

Semakin lama aku, semakin pergi usiaku, yang tak akan terhitung dalam kalkulator merek apapun.

Botol-botol nafasku kian terpecah, sembari menangis dengan perginya kepercayaanku terhadap 
kesehatanku.

Aku tak akan tahu kapan matiku, kapan dewasaku, dan kapan hentakan kakiku berhenti di dunia baru.

Namun yang selama ini kutahu, hati ini telah memilihmu, dan berusaha bersinkronisasi dengan lagu kehidupanmu.

Perbedaan sifatku dan sifatmu, merupakan kekayaan yang melebihi konglomerat, yang tertanam jauh sebelum kita hirup udara Tuhan.

Sudahilah sikap diammu yang menyamaiku, karena tak layak diam menjadi aksesori milik kita. Diam yang tak berikan jawaban, sehuruf pun itu.

Dan sentuhlah ujung dari pundakku, atau genggam, atau hentikan jemarimu di genggamanku. Berikan senyuman pasti yang menjadi jawaban, bukan menjadi pertanyaan yang terus terbayang.

Dan jangan pernah lihat secara total perlakuanku kepadamu, karena itu hanyalah kulit tepi dari sifat yang sebenarnya milikku.

Dan saya menyayangimu, jauh sebelum aku mengetahui siapa namamu. Dan aku menyayangimu, hingga tak akan terucap dari mulutku bahwa saya benar-benar menyayangimu.

(18 Mei 2010)

Tak Harus Berpuisi, Spanyol dan Swiss, serta Panglima Perang

23.59, saya mulai "menulis" note ini
Layaknya sahabat saya si Handito, menjelang tidur adalah satu waktu yang mengesalkan
Saat tidak segera terlelap, saat pikiran menjelajah dunia maya

Saya teringat, kekalahan Spanyol atas Swiss
Kekalahan itu, seperti kekalahan saya
Dalam urusan wanita yang kupuja

Saya berjuang, layaknya panglima perang
Taktik saya susun, sepi kata, hanya gerilya
Seperti senjata laras panjang, berperedam pisau tajam

Tapi, itu tak membantu
Saya terbunuh, lumpuh dengan tumpulnya hati saya
Yang tidak mampu membaca strategi perangku, yang kurancang sedemikian rupa adanya

Ya perangku itu mendapatkan separuh hatimu
Yang kulihat masih kosong
Petaknya tak tertanam panglima perang yang lain

Negosiasi bukan jalan pikiran saya
Karena kata itu bak pisau, 2 sisi yang berbeda statusnya

Gocekan prajurit Spanyol, pantas diacungi jempol
Yang diatas, jauh diatas gocekan otak saya terhadap perasaan saya
Mondar mandir, ibarat layang-layang milik si Unyil

Tak apalah, tidur saja malam ini, lebih cepat, lebih baik
Daripada meneruskan lamunan yang tiada puas ini

Salam untuk "Sephia" saya..

Ajari Saya Bagaimana Cara Melupakanmu

Ketika saya terlalu mengharapkan keberadaanmu
Di kehidupan yang terlalu sederhana ini
Di perjalanan yang sangat singkat ini
Saat itu semua sia-sia
Saat itu semua menjadi ketiadaan yang tiada bertepi

Saya yang terlalu menyukaimu
Saya yang terlalu sombong
Mengatakan keternyataan yang belum sepadan artinya

Dan kamulah yang memintaku untuk melupakanmu
Dengan pelan, dengan harapan
Bahwa nanti saatnya, akan kudapatkan penggantimu
Kamulah yang mendoakanku, ya seperti itu
Mendoakan yang terbaik bagiku, tapi bukan kamu

Sepertinya saya pernah menyesal
Saya juga pernah jatuh
Jatuh sakit, jatuh bangun, jatuh hati, jatuh cinta
Terjatuh dalam perasaan yang campur aduk ini

Jika takdir Tuhan memang berkata demikian
Ajari saya untuk melupakanmu
Setidaknya, ajari saya untuk melupakan seluruh perasaanku
Jadikanlah perasaanku ini seperti temanku
Bukan sahabat yang selalu menyandingi hati ini
Yang terkadang lebih lemah dari hati bayi sekalipun

Jangan beri saya sebuah senyum lagi
Jangan beri saya harapan lagi
Dan buatlah seperti tembok tua untuk hati ini
Yang segera runtuh
Dalam hitungan jam, menit, dan detik

Dan hanya buatlah sebuah nada indah
Yang akan kudengar
Kudengar sebagai tanda perpisahanmu
Tanda kamu telah menolakku
Dan saya bisa tersenyum
Menerima kenyataan itu

Seandainya kamu sempat membaca tulisan ini, terima kasih sahabatku

Sudah lama saya memikirkan tentang hal ini, baik itu secara pribadi atau dengan bantuan orang lain. Setelah sekian lama saya menyadari, bahwa apa yang ingin kita miliki, belum tentu dengan kenyataan yang terjadi. Seperti saya ini, saya benar-benar tak pernah bisa untuk mendapatkan hatimu, perasaanmu, pemikiranmu, dan senyum indahmu itu. Saya akan selalu dan selalu hanya menjadi sahabatmu, temanmu, musuhmu, tetanggamu, saudaramu, bukan orang yang kau sayangi, mungkin.

Saya sudah merelakanmu, meski itu berat sekali buat saya, sangat berat. Saya sudah terlalu menyayangimu, hingga tak lagi menggunakan daya logikaku. Maafkan saya. Maafkan saya yang pernah memaksamu, membuatmu marah, dan membenciku. Setidaknya sadarlah, bahwa saya sangat menyayangimu melebihi perempuan lain di dekatku. Meski itu adalah jalan yang salah menurutmu.

Saya hanya butuh satu waktu, biar itu hanya 1 jam pun di hari itu. Berilah saya waktu untuk menyatakan perasaanku, yang sudah meluap, membanjiri hati ini dan perasaan ini, meskipun saya tahu bahwa itu adalah sia-sia untukku. Buatlah tubuh ini tenang dengan mendengarkan segala kata, dan merasakan apa yang kutatap dalam-dalam dari kedua bola matamu.

Saya pernah berencana untuk memberi sesuatu di hari ulang tahunmu, atau di hari lain yang spesial buatmu. Saya juga pernah berencana untuk menyusul ke kotamu, meski itu akan saya tempuh dalam waktu yang tidak singkat. Semua itu saya lakukan hanya demi menemuimu, melihat langsung bagaimana keadaanmu. Tapi, itu tak pernah terjadi.

Pernah saya mencoba wujudkan rupamu di kertas gambarku, meski itu hanya menghasilkan bahan tertawaan dari teman-temanku. Saya tidak peduli, ya karena inilah saya masih mampu mengingat segala kejadian-kejadian di masa lalu, masa yang cukup menyenangkan buatku.

Saya hanya berharap, kamu menemukan apa yang selama ini kamu cari, siapa yang kamu cari, yang mampu mendamaikan perasaan hatimu. Sesekali saya berdoa kepada Tuhan, berharap kamu adalah wanitaku. Dan jika itu tak terjadi, saya tak akan menyesal sedikitpun.

Terima kasih telah mengajakku bercanda, berbicara, dan sentuhan tanganmu itu, yang membuatku luluh, luluh dari perasaan yang sering membeku ini.

Terima kasih sudah mau mendoakanku, agar saya segera mendapatkan penggantimu. Meskipun butuh waktu yang sangat lama, saya tetap akan berterima kasih kepadamu.

Semoga perkenalan denganku, membekas di hatimu, dan menjadi cerita indah dalam sejarah hidupmu

-hidup boleh disesali, tapi jangan mati-
-jangan mati dalam kesedihan, menurutku-
-berilah senyum, meski itu senyum terakhir dalam hidupmu-
Terima kasih, jangan membenciku, karena itu menyedihkan buatku

Just a little bit crazy thing about my mind tonight

Mungkin yang benar-benar saya inginkan untuk malam ini adalah, tidak bisa tidur terlelap. Mungkin karena saya terus memikirkanmu, atau terus menulis namamu dalam lembaran-lembaran kertas.

Sulit meninggalkan hari ini, dimana terakhir menemuimu adalah beberapa hari yang lalu, dan hari esok kemungkinan bisa tidak segan menemuiku.

Mungkin hanya kamu, yang sempat menyentuh sisi sensitif perasaanku, hingga airmata yang kering bertahun-tahun lalu, sempat menetes, menandai runtuhnya kekuatan semuku.

Dan sesungguhnya saya hanya ingin duduk disampingmu, menemani saat luapan perasaanmu terlalu kuat untuk kau pegang.

Dan doa yang kuhampirkan pada akhir sujud, kuharap menempel, walau itu tipis di indahmu.

Saya seharusnya berlari, tanpa mengejar harapan itu. Karena yang kuyakini adalah kemampuanku, meski itu tak pula mendapatkan secangkir cintamu.

Dan temanilah perjalananku, petualanganku, ataupun keruntuhanku, dengan senyum di sudut terindahmu.

Setidaknya parasmu itulah yang kupandang disaat genting itu. Dan Tuhan memisahkan kita, di tempat kecil ini.

Cerita Telah Dimulai

Maka tibalah waktu menutup mata, meski itu sejenak di hitungan hari. Nafas turun, dan detak pun ikut turun. Tubuh rebah, dan terlelap dalam buaian mimpi semata.

Sudilah berkunjung sejenak, sapalah kesendirian yang telah menemaniku. Lalu jadilah alasanku untuk bangun, di pagi yang menakjubkan itu. Lalu jadilah pula dirimu, alasan terbaikku untuk tetap berdiri menantang waktu.

Sentuhlah punggungku, dorong dengan tangan kecilmu, dan hembuskan angin kehidupan sedikit padaku. Buatlah aku bersyukur akan bantuanmu.

Dan tunggu aku di kota, di pintu yang menerimaku, dengan apa adaku, dan kewajibanku. Sambutlah dengan pelukan hangat, dimana yang kusebut itu mimpi keduaku.

Jangan takut akan berlalunya waktu, karena aku telah bijaksana selama itu. Setidaknya untuk beberapa detik di kehadiranku.

Alunkan suaramu, jadilah musik merdu, dan lewati hati hariku, buatku tidur, lelap, nyenyak di bunga-bunga tidurku.

Pada akhirnya, tinggal tatapan mata, yang berhitung, menemani nyawa, menemui Yang Kuasa di titik akhir penantian.

Don't Cry For Me

Datanglah malam, merajut mimpi. Jika sejenak mau menemani, dingin ini hanyalah rasa yang akan tiada.

Perlahan, dan duduklah disampingku. Sejenak lagi, lupakan ke-aku-an dan ego kita. Lalu nikmati malam ini.

Hirup segarnya, lalu hembuskan lewat bibir kecilmu. Tengoklah, disampingmu adalah orang yang menyayangimu, mesti itu tak pernah dikatakannya padamu.

Apakah saat ini degub resonansi dari perasaanmu? Yang lalu terkulai lemas tiada kuatnya. Berhentilah menangis dan meratapi masa lalumu.

Seketika saat kamu pergi, tataplah sejenak. Mungkin itu pandangan terakhirmu padaku. Mungkin itu hirupan terakhir, mungkin itu tetesan air mata terakhir.

Jika sempat, boleh kau kecup pipi kasarku. Jika tak sempat, tak apalah, tak rugi diriku.

Dansa pesta usai, lalu lepas penatmu. Kita berpesta di pesakitan, kita pesta diatas rasa sakit, dan sebenarnya kita ini sakit.

Bumbungkan logikamu, turunkan perasaanmu, karena kamu wanita.

Setelah saya pergi, masih ada bayang semu yang tetap menemani, jadi jangan menangis lagi. Simpan airmata milikmu untuk keadaan yang lebih baik lagi.

Kalau pikiran saya sedang "butek"....

Menyenangkan sekali, jika kita diberi kesempatan untuk mengarang cerita. Tentu saja, akan lebih menyenangkan lagi jika itu cerita tentang perjalanan hidup kita. Kalau harus bercerita, saya pasti akan menulis naskah terbaik untuk peran saya, peran yang tidak akan menangis, bersedih, atau kehilangan sesuatupun.

Saya pasti akan menulis siapa jodoh saya, yang cantik, baik, pengertian, yang manis, dan lebih dari perempuan manapun, dan dia akan jadi peran pendamping saya mulai dari awal cerita hingga akhir cerita. Saya juga pasti menulis, daftar kesenangan dan kenikmatan yang akan saya miliki, umur yang panjang, dan tidak menjadi seseorang yang susah dalam segala hal, semuanya mudah, seperti menghirup nafas, tinggal hirup dan hembuskan saja.

 Tapi sesungguhnya, Allah lah yang benar-benar menjadi editor dan sutradara hidup kita, karena kita telah punya naskah (=takdir) terbaik yang Allah ciptakan untuk kita. Allah akan memberi kesulitan dan kesenangan, jauh lebih indah dari apa yang bisa kita bayangkan. Coba anda pikirkan, betapa membosankan apa yang dinamakan hidup, jika setiap waktu anda membuka mata, anda akan bertemu hal yang sama selama hidup anda, bertemu hal yang terus dan terus menyenangkan bagi anda, tanpa perubahan sedikitpun, dan saya berani bertaruh, anda pasti akan berpikir bunuh diri saja untuk hal yang satu ini.

 Ada kalanya kita jatuh sakit, karena Allah memberi kita pelajaran bagi kita untuk tahu apa itu sehat, Allah memberi kita kegembiraan, agar kita tahu apa itu kesedihan. Sesungguhnya tiap-tiap kejadian akan menjadi pelajaran yang akan terus bisa diakses hikmahnya.

Bayangkan saja jika setiap orang menjadi sutradara hidupnya, betapa carut marutnya dunia yang sudah terlalu hina ini. Tidak akan ada lagi kata “HAK” dan “KEWAJIBAN” dalam buku pelajaran kewarganegaraan, tidak akan ada kamus yang berisi kata “ADIL”, dan tidak akan ada rasa nyaman, walau itu dengan orang yang kita sayangi sekalipun.

  Setiap manusia mempunyai hak untuk mengatur, bahkan mengatur takdirnya. Jika ia ingin pintar, ia belajar, jika ingin kaya, ia hanya tinggal berusaha, apa yang tidak bisa dikabulkan oleh Allah?

 Seringkali kita takut dengan takdir, yang sesungguhnya kita tidak tahu bagaimana setiap kejadian mungkin terjadi pada kita, takdir itu gampang, jalani dan berikan yang terbaik, maka hidup tidak akan sia-sia, bahkan untuk para gelandangan dan para tuna sosial.

Betapa indahnya jika setiap syukur bisa diucapkan, betapa indah rencana Allah yang telah tertulis dan terpatri dalam hati kita, yang tinggal dijalani saja oleh tiap-tiap kita.

 Ya, semoga sedikit dari pikiran gelap saya ini mampu menjadi referensi yang tidak sia-sia, kalaupun sia-sia, semoga tidak dibuang begitu saja.

-3 November 2010-

Arjanggi Nuswantoro

Persiapan sebelum anda masuk hutan

Hutan dikenal memiliki tantangan tertentu, untuk menghadapinya, siapkan hal berikut.

1. Keberanian
- Kalau anda tidak berani, tidak mungkin anda mau masuk hutan

2. Orientasi medan
- Ingat ya! Medan, bukan Padang atau Jambi, apalagi Bengkulu. Jangan sampai anda masuk hutan, tapi hutan gundul ( percuma, tak ada pohon )

3. Garam
- Garam penting sekali, karena akan menjadi bumbu masak, boleh juga ditambah gula atau bumbu penyedap lainnya. Boleh bawa kopi, atau gula dan kecap.

4. Pisau
- Gunakan untuk memotong segala sesuatu yang menghalangi perjalanan anda, kalau ingin menusuk, bawa garpu saja.

5. Ponco / Jas hujan
- Penting sekali untuk menghindari kehujanan, tapi lebih efisien jika anda berteduh di rumah pak lurah atau kades di desa terdekat.

6. Korek api
- Barang ini komponen penting untuk menyalakan api, tapi ingat, harus ada isinya, percuma jika anda bawa korek yang kosong, bodoh namanya.

7. Jaket tebal
- Ini untuk melindungi dari dingin, untuk melindungi serangan teroris, gunakan jaket anti peluru.

8. Kompas
- Untuk mengetahui arah mata angin, kalau ingin mengetahui berita terkini, bawa Jawa Pos atau Sinar Harapan edisi terbaru.

9. Senter
- Karena malam hari tidak ada penerangan, gunakan senter, jika kurang terang, anda boleh bawa lampu panggung untuk konser, dijamin seru.

10. Teman
- Anda harus bawa teman, untuk mengingatkan kebodohan anda bahwa anda melakukan saran-saran diatas.

Senin, 28 November 2011

Cukup Dikenang Saja Masa Lalu Itu

Dan kuasa tak mampu untuk sekedar berjalan
Sejenak, nafas adalah hela harapan yang semakin dirindukan
Menatap tajamnya sinar yang semakin terang
Ya, itu sinar bola indah mata kecilmu

Lekuk indah, yang semakin mengenakkan jika kupandang
Anugerah Tuhan yang semakin mengherankan buatku
Bolehlah jika Tuhan memberiku waktu menikmatinya

Kemudian, kuingat pipi kanan kirimu, yang semakin mengundang
Tanganku tak henti-hentinya serukan niat untuk menyentuhnya
Namun, janganlah untuk saat ini

Suara kesekian kalinya yang kudengar, tak  jemu kudengar
Serak parau yang menyakitkan
Tapi kunikmati dengan apa adanya
Lucu jika selalu nampak kegiranganmu padaku
Seperti akulah yang dicari selama ini

Romantika yang sederhana
Ketika tak berkata apa yang sebenarnya
Seperti dansa tanpa nada
Seperti hina tanpa cela
Begitu sederhana hingga tak disadarinya


Tak ada lagu mesra
Puisi yang memuja
Bahkan wanginya bunga
Begitu sederhana

Sepertinya saya sedang jatuh cinta pada perempuan ini
Cinta yang sederhana
Ya, cinta

“…..bersanding hidup penuh pesona, harapanku…….”
(Iwan Fals – Kumenanti Seorang Kekasih)

Bukan Cinta yang Meninggalkanmu

Bukan cinta yang meninggalkanmu, tetapi karena kamulah yang sedang berjalan menjauhinya saat ini. Sesuatu terkadang tak pernah salah, terkadang hanya pemikiran dari setiap manusia saja yang berbeda, selebihnya tidak ada.

Maka selalulah berbuat baik, apapun itu, karena baik itu cinta, cinta akan datang dengan sendirinya, meskipun itu bukan cinta sepasang kekasih yang sedang dimabuk asmara.

Dengarkanlah alunan nada-nada mesra, agar hatimu pernah mendayu-dayu, dan sesekali pula dengarkanlah hentakan nada yang memekakkan telinga, agar kamu paham semangat dari jatuh cinta.

Cinta itu bak musim, terkadang berjatuhan tanpa ada harga, ada pula yang dinanti kedatangannya, seperti hangatnya musim semi, seperti sejuknya semilir angin yang berima indah, maka tunggulah saja waktunya.

Manusia dan sajak-sajak kehidupannya, terkadang manis seperti nira, terkadang pahit seperti racun yang menggerogoti diri, maka biarkanlah saja sajak itu berhenti pada tempatnya.

Kamis, 22 September 2011

Seresah Puisi

Lalu dirasa hatiku mulai mengetuk hatimu, seperti desiran angin yang ingin melalui celah terkecil, berhenti di singgasana terapik dalam relung keputus asaanku. Berhenti, namun keinginan kecil pasti tak akan mati.

Janganlah menyakiti untuk sebuah hati, ketahuilah bahwa kecupan kecil di kening itu tak akan membuat matanya tertidur di kemudian hari, walau sejenak, percaya sajalah ia tak akan melupakanmu untuk beberapa hari kedepan.

Maka tak pantaslah aku berharap sesuatu yang berlebih, sedangkan aku yang penuh kekurangan ini tak ubahnya susunan batu yang tak sering memuja sang penguasaku, maka memintalah pada Tuhanmu untuk kebahagiaan rencana hidup ini, maka Tuhan akan memberimu yang terbaik untuk kamu syukuri.

Berteriaklah kepada luasnya dunia, dari hati yang tak segan patah lagi, dari pendaran senyum yang tak sedia pudar kembali. tantang ia, untuk  sekedar menghiburmu dari sakitnya kesendirian, dan tersenyumlah untuk kebahagiaan yang kemudian datang menyayangimu sekian waktu.

Untuk sejenak, biarkanlah perasaan yang berkata, berjalan sesuai alurnya, bila cerita nanti tak sesuai dengan skema hidup, maka jangan bersedih, karena kesedihan tak akan melepaskanmu dari deritanya.

Dengankanlah ritme dari nyanyian air, alunan gemericiknya, daun yang tak segan jatuh dari pegangannya, semua berusaha menjadi yang terbaik diantara alam semesta. Biarkan juga peluh dari keluh kesahmu, tetesan dari kesedihan, berubah menjadi uap-uap kebahagiaan yang akan kamu jelang.

Aku tidak pernah tahu apa yang nantinya kumiliki, kuhilangkan, atau hilang di suatu hari nanti, namun kehilangan perasaanku terhadapmu, mungkin menjadi kehilangan terbesarku, rasa sakit yang menaklukkanku.

Dan untuk sesuatu yang tidak kita kuasai dalam hidup, mungkin biarkanlah saja, seperti berisiknya daun di rimbunnya pohon, bernyanyi untuk kita dengan caranya sendiri, seperti cara kita menikmati apa itu cinta.

Selasa, 05 Juli 2011

Workaholic, and sometimes you need a glass of coffee!!

Kopi malam ini membuatku bergairah untuk hidup dan hidup lagi malam ini, tak ingin lelapkan mata di keheningan malam, hentakan lagu alternative memenuhi ruangan, kuhisap erat aroma kopi susu yang panas ini, menyegarkan otak yang terpukul jatuh saat ujian tadi.
               
Kerja keras hari ini harus dibayar, dengan bertemu sang pujaan, membuat saya terbius sementara, melupakan apa yang buruk tadi, oh nikmatnya, senyum pujangga memenuhi angkasa saat ia mengedipkan mata, WOW!! ILU SO MUCH DEAR!!

PANDA, begitulah pacar memanggil saya. Perut semi-tambun yang menggoda, pelupuk mata hitam ala panda menghiasi sepanjang hari akibat semalam kurang tidur lagi. Astaga......

Sebagai mahasiswa aktif ( main emulator di pc ), malam adalah waktu terbaik untuk bersantai, saking santainya, saya lupa besok masih ada jadwal ujian!! Kebut saja SKS malam ini, lagi-lagi ditemani sang pacar yang mulai 5 watt ( = mengantuk ), sedangkan saya bertahan dengan cinta sang kopi yang melekat di hati dan lidah saya, kuat kuat kuat kuatkan mata saya untuk tetap terbuka ya Tuhan.....AMIN.

Jarum jam yang semakin berjalan ( yang benar memutar ) mengejar angka 12, menarik perhatian saya, kemana konsentrasi saya bung..?! kemana hilangnya..??

Oh oh, saya putar saja the best of BLINK 182 di pemutar musik, hiraukan kamar sebelah, naikkan volumenya, bangun mama, kita begadang lagi malam ini!

--------------------------------------------- ***-------------------------------------------

PERTAMA DALAM SEJARAH HIDUP SAYA, UJIAN JAM 7, SEDANGKAN SAYA DATANG JAM 7 LEBIH 45 MENIT.....!!!

Sepertinya nasib masih berbaik hati pada saya, datang terlambat tanpa disuguhi omelan dari dosen, syukur saya panjatkan pada sang kuasa atas izinNya kepada saya untuk mengikuti ujian hari ini.

Entah ada angin apa, sepertinya saya lancar-lancar saja mengerjakan ujian, entah saya yang keterlaluan tidak bisa atau otak saya saja yang mencair saat keadaan krusial dan terpaksa. Duduk di bangku paling depan sebelah dosen, 100% menghadap dosen, astaga, ditambah pula waktu ujian hanya 60 MENIT!

Apa daya saya, pagi ini bangun jam setengah 8, yang di otak hanya ada keputusan untuk loncat dari tempat tidur, lari dari kamar menuju kamar mandi, tak banyak pikir, utamakan mandi bebek daripada terlambat lebih lama lagi, sial, baru kali ini ujian tanpa mandi pagi.

 Kapok, saya kapok kali ini. Semoga tidak terulang lagi....

Sabtu, 11 Juni 2011

Lirik Lagu Tempat Terakhir - Padi

meskipun aku di surga mungkin aku tak bahagia
bahagiaku tak sempurna bila itu tanpamu


lama sudah kau menemani langkah kaki di sepanjang
perjalanan hidup penuh cerita


kau adalah bagian hidupku dan akupun menjadi bagian
dalam hidupmu yang tak terpisah


*kau bagaikan angin di bawah sayapku
sendiri aku tak bisa seimbang, apa jadinya bila kau tak di sisi


reff:
meskipun aku di surga mungkin aku tak bahagia
bahagiaku tak sempurna bila itu tanpamu
aku ingin kau menjadi bidadariku di sana
tempat terakhir melabuhkan hidup di keabadian


bila nanti aku kehilangan, mungkin itu hanya sesaat
karena ku yakin kita kan bertemu lagi


tanpamu tak akan sama

Maka Jadinya Apa

Maka jadinya apa, jika pada tiap hari dan hati yang berlalu, selalu menjadi alasan untuk terus diam, lalu secukupnya membayangkan dan menanti sesuatu darimu. Sebenarnya kebosananlah yang ujung-ujungnya menemaniku, bukan kamu sebagai kekasihku.

Entahlah, apa ini realitas dari setiap mimpi yang kubeli dari Tuhan, mimpi buruk yang terselip dalam malam tidurku, muncul sebagai  kerikil sandungan yang menyakiti. Yakinlah kakiku tak selamanya kuat untuk menerima hal itu.

Keseriusan yang berjalan apa adanya, memilihmu bukan kehendak raga, namun akal yang melogikakan perasaan kepadamu. Maka jadilah naluri untuk berterus terang menyayangimu, menjatuhkan hati kepadamu.

Hidup memang tak semudah kelihatannya, tak seperti api yang memakan kayu, tak seperti membalik telapak tangan itu, ketak logisan sedikit merubah jalan skenario yang telah ditulis dalam kalbu

Aku Cinta Kau Saat Ini

Aku rindu, pada setiap hal darimu, setiap waktu itu.

Minggu, 05 Juni 2011

Dari lahan parkir pun, hidup (masih) tak dapat diungkapkan segala rahasianya

Umurnya sudah tua, mungkin setua kakek saya yang sudah meninggal, atau mungkin lebih tua lagi. Beliau tidak tinggi, bahkan mungkin lebih tinggi adik saya daripada beliau. Badannya kecil, tapi yang saya herankan adalah otot besarnya, yang menonjol diantara tubuhnya yang kurus kecil itu.

Seringkali saya melihatnya terbatuk-batuk, sambil memegang sapu, mondar-mandir kesana dan kemari membersihkan beranda depan sebuah rumah yang cukup besar menurut saya, entah itu rumahnya sendiri atau bukan, itu tidak pernah saya pedulikan.

Kapan hari saya pernah menemukan, maaf, melihatnya sedang “asyik” mengambil air yang menggenang di jalan, dan ia siramkan ke pot bunga disampingnya. That’s great man! Mahasiswa sekelas kakap pun ada yang tidak pernah melakukannya, atau bahkan berpikir sangat teramat jijik untuk sekedar membayangkannya.

Seringkali pula saya melihatnya sedang berbaring di kursi yang sudah tidak menarik untuk dipandang lagi, sambil bertelanjang dada, dan saya pun kembali terheran-heran, betapa sakti orang yang satu ini, disaat saya merasa didinginkan oleh udara malam yang cukup menusuk itu, beliau hanya diam dan sesekali memukuli badannya pertanda darahnya masih layak disedot oleh nyamuk kota ini.

Pekerjaannya mulia, sebagai tukang parkir. Bersenjatakan peluit dan seragam berwarna jingga terang yang mencolok mata, beliau menekuni pekerjaannya, yang mungkin sudah “ratusan” tahun menjadi pekerjaan kesayangannya.

Entahlah, mungkin beliau tidak akan pernah mau bermimpi menjadi “komandan pelat besi” saat ia
muda, mungkin beliau bermimpi menjadi dokter, insinyur, tukang gigi, professor berkacamata tebal, atau prajurit bersenjata laras panjang di negara tercintanya ini. Tapi nasib berkata lain, menjadi “komandan” inilah yang pada akhirnya menjadi jalan sesuap nasinya.

Mungkin pada masa mudanya ia bertarung habis-habisan dengan para Nippon atau Sinyo Belanda, diterjang ratusan peluru tajam berdesingan di samping kiri kanannya, dan suara granat yang memekakkan telinga. Mungkin saja beliau adalah mata-mata yang dikirim negara ini untuk mencari tahu kelemahan para penjajah, atau mungkin saja beliau adalah sahabat akrab dan tangan kanan dari pejuang yang sekarang fotonya terpampang di dinding sekolahan anak SD, entahlah, sekali lagi saya kurang mengenalnya.

Pertama menemuinya, perasaan tidak ada yang spesial dari orang ini. Tua, bau asap, bahkan tertawanya pun tidak menampakkan keindahan dunianya. Selingannya cukup kopi, pisang goreng, dan beberapa rokok tipe orang sawahan, asal bisa berasap, bagi dia tidak masalah, cita rasa bukan hal yang utama dari dirinya. Sesekali ia berdiri dengan kaki kecilnya, berjalan ke tengah jalan, dimana ia sangat dihormati di daerah kekuasaannya ini, setidaknya bagi pengguna lahan parkir maksud saya. Tidak ada gurat kekayaan di keningnya, yang ia punya, setidaknya adalah sepeda mini ukuran anak perempuan, kecil, yang tidak lebih bagus dari sepeda jengki saya.

Dengan tiupan nafas dari paru-parunya yang sudah usang, peluit itu bernyanyi keras di telinga. Tangan kekarnya membawa tanda stop “made in himself” sambil diayunkannya, dan siapa sangka, ternyata mulutnya masih mampu berteriak dengan cukup kencang, bersaingan dengan suara mesin yang keras itu.

Lincah, meski di usianya yang mungkin kepala 7 atau 8 itu. Biasanya orang seumurannya hanya bisa duduk di beranda depan, di kursi goyang, ditemani secangkir teh, dan mendengarkan lagu klasik, yang menjadi trend di jaman mudanya. Terkadang pula lagu kesayangan mereka adalah lantunan dari Manthous atau Didi Kempot yang menenangkan hati. Mereka mungkin hanya sedang menunggu stroke yang siap parkir kapan saja di tubuh mereka.

Mungkin asap kendaraan ini menjadi suplemen rahasianya, atau ibaratnya menjadi “jaring dan indra keenam” bagi Spiderman, atau “Cakar Titanium” punya Wolferine. Setidaknya, orang mungkin sudah mati tercekik saat seumuran beliau masih “bergaya” di jalanan kota ini.

Tetap saja yang mengherankan adalah “behind the scene” kehidupannya sehari hari, siapa sangka jagoan jalanan itu punya resep rahasia tersendiri. Dan apa itu? Siapa itu? Atau bagaimana itu? Jawabannya menurut saya hanya ada satu, keluarganya ( entah itu benar keluarganya atau bukan, saya tidak tahu, alias asal tebak).

Anak kecil, mungkin masih SD, dan ibu muda yang sering menebar senyum kepada tetangganya. Beliau sering bercengkrama dengan mereka, dan tertawa melepas kerinduannya, atau melepas penatnya. Sungguh hal yang indah menurut saya. Seperti sepotong surga yang ditempatkan di kota super panas ini.

Yang perlu disadari adalah, bagaimanapun karakternya, darimana asalnya, berapa umurnya, bagaimana asal usulnya, yang terpenting adalah mendapatkan yang terbaik melalui jalan yang terbaik. Tidak peduli sebagai tukang parkir lah, sebagai dokter lah ,atau sebagai arsitek lah, semua itu hanya keberagaman dalam mencari satu tujuan, yaitu hidup yang baik. Sudah jelas kan kalau seandainya beliau tidak menjadi tukang parkir akan menjadi apa? Pemulung, kuli angkut, mafia, ninja, atau penjual narkoba barangkali? Yang jelas tidak akan senikmat kehidupannya sekarang. Sudah pasti beliau jika ditanya ingin lebih baik atau tidak dari pekerjaannya sekarang, jawabannya adalah IYA. Selain itu,alasan keluargalah yang menjadi pelampiasan terbaik tentang rasa lelah, rasa gembira, serta rasa manusia yang lainnya.

Yang penting pula adalah usaha, usaha terbaik yang harus kita lakukan, dan selebihnya soal jadi apa itu kehendakNya, karena apapun yang di “KUN FAYAKUUN” olehNya adalah yang terbaik bagi kita atas usaha kita. Yang terpenting pula adalah jalani apa yang ingin dijalani, rasakan apa yang ingin dirasakan, tulis apa yang ingin ditulis, dan lakukan apa yang ingin kita lakukan.
Dan, pada akhirnya, kehidupan yang baik itulah yang nanti akan kita rasakan. Insyaallah.


( final editing : 20 September 2010 )

Minggu, 29 Mei 2011

IBU, janjiku

Kecupanmu lah yang menenangkan kegalauan hatiku
Disaat keheningan seperti mata pisau, engkau datang bagaikan tameng terhebat yang kupunya
Mata batinku terus berujar, bahwa ketakutanku tiada tara
Tapi kuyakini bahwa itu tak pernah sebanding
Dengan jutaan hari yang dikorbankannya

Peluhnya adalah tawa
Tawa yang kita kembangkan, meski itu dalam sunyi tersenyap pun
Dan dialah yang menjadi obat penenang
Penenang sifat liarku

Saya sebut perempuan itu IBU
Yang telah mendidikku
Dari ketidakmampuan menjadi kehidupan
Yang bermakna, jauh lebih indah dari berton-ton permata

Saya menyayanginya, jauh dari apa yang pernah saya katakan
Karena mulut hanya sarana kecilku

Saya tak pernah memberi beliau sepotong emas kecil
Atau segenggam mutiara
Saya hanya menjanjikan kehormatan, kehormatan dan kebanggaan terbesar
Ya itulah janji saya, janji pada IBU, atau AYAH, atau Saudara saya
Dan maafkan saya jika saya tidak mampu sekarang
Karena ketidakmampuan, adalah cambuk
Cambuk terkuat penggugah semangat
Untuk janji itu, IBU


-putramu, Arjanggi Nuswantoro-