Hari yang indah sebenarnya, ketika matahari tak lagi merasa enggan menunjukkan kuasa di pagi hari, angin yang sejuk, dan tetesan hujan semalam menetes lembut di genangan air. Ketika cakrawala berbenah, kami bangun dengan tergesa-gesa, berburu waktu ibadah yang sebentar lagi tiada.
Kami berencana untuk “terapi ulang” di “rumah sakit” untuk motor kami, biasa lah, pekerjaan bulanan yang dilarang untuk dilupakan, meskipun status anak kost mengharuskan kami untuk setia mengikrarkan janji untuk selalu hemat, namun sesekali inilah yang harus dilakukan.
Celingukan mencari di mana bengkel yang cocok, secara tidak langsung kami berjudi siang ini, mencari sesuatu yang tidak pasti, mencari alasan kenapa kami tak segera berhenti saat ini.
Dan takdir menghentikan laju tunggangan di bengkel di pojokan jalan, ternaungi oleh daun yang lebat di atasnya, saya rasa kesejukannya menjadi salah satu alasan kenapa takdir memilih tempat ini untuk kami.
Ah, sekedar memperbaiki beberapa bagian yang sudah mulai rusak, mengganti pelumas agar mulus jalannya, cukuplah sekian yang dinikmati motor jagoan ini. Tak perlu lama di bengkel ini, segera bergegas jiwa dan raga kami menuju panasnya jalanan kota.
Tak perlu tarik gas tinggi, pelan saja jalannya, sesekali menikmati keramaian menjadi alasan terbaik kami.
100 meter melaju, mobil mendahului kami dari sebelah kanan, hal yang biasa, namun seketika berubah “ceritanya” ketika sebuah motor bebek berusaha menyalipnya, sekitar 3 meter di depan mata, dari kanan ke kiri, stang motornya menyentuh buritan mobil, pelan namun pasti, BRAKK!!
Bukan suatu hal yang mudah, yang bisa dipikirkan saat ini adalah soal nyawa, dimana kami hanya bisa berlarian mendekati wanita itu, wanita yang jatuh dengan kerasnya, dan beberapa saat kemudian kami sadar, ia masih bernafas meskipun terlihat sangat payah. Teriakan dari orang-orang disekitar semakin menyadarkan kami, ia masih hidup, ia masih diberi kesempatan untuk bertarung lagi di dunia ini.
Buku takdir dibentangkan, sejenak dentuman waktu berjalan sangat lambat, nyaris tiada untuk wanita ini. Mama! Mama! Mama, bangun Ma!! Tangisan 2 putrinya semakin mempertegas keadaan yang suram, begitu mencekam di keramaian siang hari itu.
Sesuatu mengalir dengan bebasnya, mengalir pelan, terlihat pekat, pekat dan merah, terlintas di pikiran ini adalah darah, itu darah! Mengalir, 5 jengkal jaraknya, wanita itu tak bergerak lagi, ia pingsan! Ya Tuhan, jangan pisahkan dulu putri ini dengan ibundanya, doa kami ucapkan selama mungkin, meski dengan hati yang semburat.
Saya tepikan kendaraannya, lantas berlari lagi menghampiri wanita itu, ya Tuhan, antara hidup dan mati, tak ada kekuatan untuk mengangkat tubuh itu. Mobil berhenti, pintunya dibuka, orang-orang lantas mengangkat tubuh tak berdaya itu kedalam, sang sopir kebingungan, kami teriak minta tolong untuk segera berangkat, kami bertaruh nyawa siang ini.
Dan sampai kini, tak pernah kami ketahui kabarnya, siapa dia, tinggal dimana, serta rumah sakit mana yang merawatnya masih menjadi rahasia untuk kami. Di garis hidup dan mati, kami merasa sadar tak akan pernah ada daya untuk membaca apa yang telah dituliskanNya. Entahlah, kami cuma bisa mendoakan keselamatannya, dan berharap semua akan membaik seperti awal mula, semoga.
*ditulis berdasarkan kisah nyata, dimana manusia akan berpikir kembali bahwa betapa berharganya kehidupan yang ia miliki.
Arjanggi Nuswantoro
( final editing = 06 Desember 2011 )